Senin, 11 Januari 2016

Tulisan 3 (Manajemen Laba Corporate Social Responsibility (CSR), Good Corporate Governance (GCG), dan Asimetris Informasi)

Nama   : Septa Skundarian
NPM   : 26212921
Kelas   : 4EB12

Ada alasan mendasar mengapa manejer melakukan menajemen laba. Harga pasar saham suatu perusahaan secara signifikan dipengaruhi oleh laba, resiko, dan spekulasi. Oleh sebab itu, perusahaan yang labanya selelu mengalami kenaikan dari period eke periode secara konsisten akan mengakibatkan risiko perusahaan ini mengaam penurunan lebih besar dibandingkan prosentase kenaikan laba. Hal inilah mengakibatkan banyak perusahaan yang melakukan pengelolaan dan pengaturan laba sebagai salah satu upaya untuk menguragi risiko.
Manajemen laba dapat dikatakan sebagai perilaku manajer untuk ermain-main dengan komponen akrual yang discretionary untuk menentukan besar kecilnya laba, sebab standar akuntansi memang menyediakan berbagai alternatif metode dan prosedur yang bisa dimanfaatkan. Upaya ini diakui dan diperbolehkan dalam standar akuntansi selama apa yang diungkapkan secara jelas dalam laporan keuangan. Meski kewajiban untuk engungkapkan semua metode dan prosedur akuntansi ini belum mampu untuk mengeliminasi upaya-upaya curang manajer untuk memaksimalkan keuntungan untuk dirinya sendiri.

A.      CSR (Corporate Social Responsibility)
Motivasi manajemen laba di atas mengindikasikan secara eksplisit praktik manajemen laba yang disengaja oleh manajer, yang pada akhirnya membawa konsekuensi negatif terhadap shareholders, karyawan, komunitas dimana perusahaan beroperasi, masyarakat, karier dan reputasi manajer yang bersangkutan. Salah satu konsekuensi paling fatal akibat tindakan manajemen yang memanipulasi laba adalah perusahaan akan kehilangan dukungan dari para stakeholders-nya. Stakeholder akan memberikan respon negatif berupa tekanan dari investor,  sanksi dari regulator, ditinggalkan rekan kerja, boikot dari para aktivis, dan pemberitaan negatif media massa. Tindakan tersebut wujud ketidakpuasan stakeholders terhadap kinerja perusahaan yang dimanipulasi, dan pada akhirnya berimbas merusak reputasi perusahaan di pasar modal.
Oleh karena itu, manajer menggunakan suatu strategi pertahanan diri (entrenchment strategy) untuk mengantisipasi ketidakpuasan stakeholder-nya ketika ia melaporkan kinerja perusahaan yang kurang memuaskan. Strategi pertahanan diri manajer tersebut sebagai upaya untuk tetap mempertahankan reputasi perusahaan dan melindungi karier manajer secara pribadi. Salah satu cara yang digunakan manajer sebagai strategi pertahan diri adalah mengeluarkan kebijakan perusahan tentang penerapan Corporate Social Responsibility (CSR). CSR berkaitan dengan persoalan etika dan moral mengenai pembuat keputusan kebijakan dan perilaku, seperti menempatkan persoalan komplek terhadap penjagaan pelestarian lingkungan, manajemen sumber daya manusia, kesehatan dan keamanan kerja, hubungan dengan komunitas lokal, dan menjalin hubungan harmonis dengan pemasok dan pelanggan. Pengungkapan informasi mengenai perilaku dan hasil berkenaan dengan tanggung jawab sosial sangat membantu membangun sebuah citra (image) positif diantara para stakeholders. Citra positif ini dapat membantu perusahaan untuk mendirikan ikatan komunitas dan membangun reputasi perusahaan di pasar modal karena dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam menegosiasikan kontrak yang menarik dengan suplier dan pemerintah, menetapkan premium prices terhadap barang dan jasa, dan mengurangi biaya modal. Melalui praktik CSR, perusahaan dapat menghasilkan lebih banyak perlakuan yang lebih menguntungkan berkenaan dengan regulasi, serta mendapatkan dukungan dari kelompok aktivis sosial, legitimasi dari komunitas industri, dan pemberitaan positif dari media, yang pada akhirnya reputasi perusahaan tetap terjaga dengan baik.
            Pengungkapan sosial perusahaan didefinisikan sebagai penyediaan informasi keuangan dan non-keuangan yang berhubungan dengan interaksi organisasi dengan lingkungan fisik dan sosial, sebagaimana dinyatakan dalam laporan tahunan atau laporan sosial terpisah. Pengungkapan sosial perusahaan meliputi rincian dari lingkungan fisik, energi, sumber daya manusia, produk dan hal-hal yang terkait dengan kemasyarakatan.
The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerjasama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat, baik dari segi bisnis maupun untuk pembangunan. Konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga masyarakat, serta komunitas lokal yang bersifat statis. Kemitraan ini sebagai bentuk tanggung jawab bersama secara sosial antara stakeholders
Beberapa teori yang melatarbelakangi perusahaan untuk melakukan pengungkapan sosial yaitu:
1).    Decision Usefulness Studies
Teori ini memasukkan para pengguna laporan akuntansi yang lain selain para investor ke dalam kriteria dasar pengguna laporan akuntansi sehingga suatu pelaporan akuntansi dapat berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi oleh semua unsur pengguna laporan tersebut.
2).    Economic Theory Studies
Studi ini berdasarkan pada economic agency theory. Teori tersebut membedakan antara pemilik perusahaan dengan pengelola perusahaan dan menyiratkan bahwa pengelola perusahaan harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas segala sumber daya yang dimiliki dan dikelolanya kepada pemilik perusahaan
3).    Sosial and Political Studies
Sektor ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik, sosial, dan kerangka institusional  tempat ekonomi berada. Studi sosial dan politik mencakup dua teori utama, yaitu stakeholder theory dan legitimacy theory.
            Teori-teori lain yang mendukung praktik CSR yaitu teori kontrak sosial. Teori tersebut menjelaskan bahwa perusahaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari suatu komunitas. Pengungkapan sosial dan lingkungan dapat secara khusus terdiri dari informasi yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, aspirasi, dan image publik yang berkaitan dengan lingkungan, penggunaan karyawan, isu konsumen, energi, kesamaan peluang, perdagangan yang adil, tata kelola perusahaan dan sejenisnya. Pengungkapan sosial dan lingkungan juga dapat terjadi melalui berbagai media seperti laporan tahunan, iklan, kelompok terarah, dewan karyawan, buklet, pendidikan sekolah, dan sebagainya.

B.       GCG (Good Corporate Governance)
International Good Practice Guidance (IFAC 2009) Corporate governance didefinisikan sebagai serangkaian praktik dan tanggung jawab yang dilakukan oleh dewan (komisaris) dan eksekutif manajemen dengan tujuan memberi arahan–arahan yang strategis, memastikan bahwa tujuan yang diinginkan dapat tercapai,memastikan bahwa semua resiko dapat dikelola dengan benar, dan memastikan bahwa sumber daya organisasi digunakan secara bertanggungjawab. Shleifer dan Vishny (1997) menjelaskan bahwa Corporate Governance adalah suatu cara atau mekanisme yang digunakan untuk menyakinkan para memilik modal dalam memperoleh imbal hasil yang sesuai dengan investasi yang ditanamkan.
The Organization for Economic Corporation and Development (OECD) mengartikan Corporate Governance adalah sistem yang digunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan-kegiatan perusahaan. Corporate Governance berfungsi untuk mengatur pembagian tugas, hak dan kewajiban mereka yang berperan terhadap kehidupan perusahaan termasuk para pemegang saham, dewan pengurus, para manajer dan semua anggota, stakeholder non pemegang saham.
Good corporate governance merupakan sebuah sistem tata kelola perusahaan yang berisi seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham , pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya dalam kaitannya dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain, suatu sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai pemegang saham serta mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder). Apabila mekanisme good corporate governance tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka seluruh proses aktivitas perusahaan akan berjalan dengan baik, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan kinerja perusahaan baik yang sifatnya kinerja finansial maupun non finansial akan juga turut membaik.
Pada tahun 1999 Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) telah mengeluarkan seperangkat prinsip corporate governance yang dikembangkan seuniversal mungkin. Hal ini mengingat bahwa prinsip ini disusun untuk digunakan sebagai referensi di berbagai negara yang mempunyai karakteristik sistem hukum, budaya, dan lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, prinsip yang universal tersebut akan dapat dijadikan pedoman oleh semua negara atau perusahaan namun diselaraskan dengan sistem hukum, aturan, atau nilai yang berlaku di negara masing-masing bilamana diperlukan. Prinsip-prinsip corporate governance yang dikemukakan oleh OECD (2004) yaitu:
1.    Memastikan dasar bagi kerangka corporate governance yang efektif (Ensuring The Basis for an Effective Corporate governance Framework).
Kerangka corporate governance harus meningkatkan pasar yang transparan dan efisien, konsisten dengan aturan hukum dan secara jelas mengartikulasikan pembagian kewajiban antara pengawas, regulator dan otoritas pelaksanan yang berbeda.
2.    Hak-hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan kunci (The Rights of Shareholders and Key Ownership Functions)
Kerangka corporate governance harus melindungi dan memfasilitasi penggunaan hak-hak pemegang saham.
3.    Persamaan perlakuan bagi pemegang saham (The Equitable Treatment of Shareholders)
Kerangka coprporate governance harus memastikan persamaan perlakuan bagi seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk memperoleh penggantian kembali secara efektif atas pelanggaran hak-hak mereka.
4.    Peranan shareholder dalam corporate governance (The Role of Stakeholders in Corporate governance)
Kerangka corporate governance harus mengakui hak-hak stakeholder yang ditetapkan oleh hukum atau melalui mutul agreement dan mendorong kerjasama aktif antara korporat dan stakeholder dalam menciptakan kemakmuran, pekerjaan, dan perusahaan yang memiliki sustainable.
5.    Pengungkapan dan transparansi (Disclosure and Transparency)
Kerangka corporate governance harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat telah dibuat atas semua hal yang material menyangkut korporat, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan.
6.    Kewajiban dewan (The Responsibilities of the Board)
Kerangka corporate governance harus memastikan pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan, dan akuntabilitas dewan kepada perusahaan dan pemegang saham. Prinsip-prinsip dasar good corporate governance ini diharapkan dapat dijadikan titik acuan bagi para pemerintah dalam membangun framework bagi penerapan good corporate governance. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal, prinsip-prinsip ini dapat menjadi pedoman dalam mengelaborasi best practices bagi peningkatan nilai dan kelangsungan hidup perusahaan. Komite Nasional Kebijakan Governance pada tahun 2006 telah mengeluarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Pedoman GCG merupakan panduan bagi perusahaan dalam membangun, melaksanakan dan mengkomunikasikan praktik GCG kepada pemangku kepentingan. Dalam pedoman tersebut KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) memaparkan azas-azas GCG sebagai berikut :
·      Transparansi (Transparency)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
·      Akuntabilitas (Accountability)
Harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
·      Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
·      Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
·      Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.


C.      Asimetris Informasi
Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer (agen) dengan pemilik (prinsipal). Jika kedua kelompok (agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang.

Sumber :
Sulistyanto Sri. Manajemen Laba Teori dan Model dan Empiris.  Penerbit: Grasindo
Wulandari Rahmita, 2013. Analisis Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage terhadap Manajemen Laba, Jurnal Skripsi Universitas Diponegoro
Nabar. S., K.K. Boolert, dan U. Thai. 2007. Earnings management, investor protection, and national culture. Journal of International Accounting Research.