Senin, 05 Mei 2014

Tugas Softskills Post 2 : Jurnal Hukum Perjanjian



KONSEP IDEAL PENERAPAN
HUKUM PERJANJIAN PADA BANK SYARIAH
DI INDONESIA

Oleh:
Abdurrahman Konoras
Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
E-mail: rianto_maluegha@yahoo.com

Hukum Islam dan Pembangunan di Indonesia
Hukum adat, hukum Islam, dan hukum Barat merupakan tiga sistem hukum yang
menjadi komponen utama dalam pembentukan hukum nasional. Hukum adat sesungguhnya diperkenalkan pertamakali justru oleh para ahli hukum bangsa Belanda seperti Snouck Hurgronje dan Van Vollen Hoven, yang di antara tujuannya waktu itu adalah untuk menggusur eksistensi hukum Islam di dalam kehidupan masyarakat. Namun, hukum adat sekarang dilihat segi positifnya sebagai kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat. Adapun hukum Barat (Belanda) yang hingga kini masih terus diberlakukan antara lain adalah Burgelijk
Weiboek (KUH Perdata), Wetboek van Kophandel (KUHD), dan Wetboek van Straafrecht (KUH Pidana). Meskipun sudah ada perubahan, namun sebagian besar isinya masih tetap berlaku.
Lapangan hukum di Indonesia meliputi Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi
Negara, Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pidana (Sipil dan Militer), dan Hukum Acara (Pidana dan Perdata). Sebagai negara kesatuan, idealnya Indonesia memiliki satu
hukum nasional (unifikasi hukum). 
Di dalam bidang-bidang tertentu yang sifatnya netral, barangkali lebih mudah dilakukan unifikasi  hukum  seperti  dalam  bidang  perdagangan,  perbankan,  dan  pidana. Akan  tetapi,  terhadap nilai-nilai hidup seperti agama, adat, dan budaya, masih diragukan apakah dapat dilakukan unifikasi hukum dalam waktu singkat. Oleh karena itu, dalam lapangan hukum perdata, misalnya masih berlaku pluralisme hukum. "Ketidakseragaman hukum perdata ini disebabkan banyaknya golongan penduduk di Indonesia yang masing-masingnya memiliki kebutuhan hukum perdata yang berbeda. Namun, ada beberapa bagian dari hukum perdata
yang telah berhasil dilakukan unifikasi, seperti Undang-Undang Perkawinan."
Politik hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila menghendaki berkembangnya kehidupan beragama dan hukum agama dalam kehidupan hukum nasional. Hukum nasional yang dikehendaki oleh negara adalah hukum yang menampung dan memasukkan hukum agama, dan tidak memuat norma hukum yang bertentangan dengan hukum agama. Dalam melihat peranan hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional, ada
beberapa fenomena yang bisa dijumpai dalam praktek. Pertama, hukum Islam berperan dalam mengisi kekosongan hukum dalam hukum positif. Dalam hal ini hukum Islam diberlakukan oleh negara sebagai hukum positif bagi umat Islam. Kedua, hukum Islam berperan sebagai sumber nilai yang memberikan kontribusi terhadap aturan hukum yang dibuat. Oleh karena aturan hukum tersebut bersifat uraum, tidak memandang perbedaan agama, maka nilai-nilai hukum Islam dapat berlaku pula bagi seluruh warga negara.

Hukum Perjanjian Islam
Perjanjian dalam hukum Islam disebut dengan akad yang dalam bahasaArab diistilahkan dengan Mu'ahadah Ittifa. Al-Qur'an dan Hadits secara rinci memang tidak membahas tentang perjanjian atau akad, Namun banyak kata yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Hadits yang menyebutkan tentang perjanjian atau akad. Dengan demikian para Ilmuwan dan Fukaha (ahli Hukum) memberikan pengertian dan definisi perjanjian atau akad, antara lain 
sebagai berikut:
Menurut Abdullah al-Muslih, secara terminologi, akad atau perjanjian digunakan untuk
banyak arti, yang kesemuanya kembali kepada bentuk ikatan atau perhubungan terhadap dua hal. Sementara, akad menururt istilah adalah keterikatan keinginan diri dengan keinginan
orang lain dengan cara yang memunculkan adanya komitmen tertentu yang disyariatkan.
Pendapat tersebut di atas menerangkan bahwa secara terminologi akad atau perjanjian
mempunyai arti yang sangat luas, Dengan demikian akad atau perjanjian adalah segala bentuk-bentuk ikatan, Sementara akad menurut istilah adalah keterikatan keinginan diri dengan keinginan orang lain yang saling bertemu dan tunduk pada sesuatu yang mereka saling perjanjikan yang disyariatkan.
Menurut Hendi Suhendi, akad adalah bagian dari macam-macam tasharuf, yang
dimaksud dengan Tasharuf ialah segala yang keluar dari seorang manusia dengan kehendaknya dan Syara' menetapkan kehendaknya.
Sedangkan jika didasarkan pengertian akad menurut bahasa, mempunyai beberapa
makna, antara lain:18
a. Mengikat (Abdu), Yaitu mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya
dengan yang lain sehingga bersambung, Kemudian keduanya menjadi sepotong benda. Istilah Abdu dalam Al-Qur'an mengacu pada pernyataan seseorang untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, Perjanjian yang dibuat oleh orang tersebut. Seperti yang dijelaskan dalam surah Al Imran : 76, Bahwa janji tetap mengikat bagi orang yang membuatnya.
b. Sambungan (Aqdu), Yaitu sambungan yang memegang kedua ujung itu dan
mengikatnya. Kata aqdu mengacu pada terjadinya dua perjanjian atau lebih yaitu bila seseorang mengadakan janji, Kemudian orang lain yang menyetujui janji tersebut serta menyatakan pula suatu janji yang berhubungan dengan jani yang pertama, maka terjadilah perikatan,maka apabila ada dua buah janji (aqdu) dari dua orang yang mempunyai hubungan antara satu dengan lainnya disebut perikatan (akad).
c. Janji (Ahudu ), Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an yang artinya:
"Siapa saja menepati janjinya dan takut kepada Allah, Sesungguhnya Allah mengasihi
orang-orang yang taqwa". (Qs. Ali Imran: 76). "Hai orang-orang yang beriman
tepatilah janji-janjimu". (Qs. Al maidah: 1)

Maksud ayat-ayat tersebut agar orang-orang yang melakukan perjanjian agar tunduk dan patuh menepati janji-janji yang mereka buat dalam artian bahwa apabila mereka tidak menepati janji maka mendapat sanksi berupa pertanggung jawaban baik dari sesama mereka yang membuat perjanjian maupun pertanggungjawaban kepada Allah.
Suatu perikatan antara Ijab dan Kabul dengan cara yang dibenarkan oleh Syara' yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada objeknya. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, Sedangkan Kabukl adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa perjanjian adalah bertemunya penawaran (Ijab) dan penerimaan (Kabul) atau kedua belah pihak telah sepakat tentang objek yang diperjanjikan dan mempunyai akibat hokum yaitu timbulnya hak dan kewajiban dari masing- masingpihak secara sukarela untuk melaksanakan apa yang telah mereka perjanjikan.
Pengertian tentang perjanjian (akad) juga diberikan oleh sumber lainnya, sebagaimana yang dikemukakan Pramudya Puspa,21 bahwa: Perjanjian atau Akad adalah perbuatan seseorang atau lebih dalam mengikatkan dirinya
terhadap orang lain.
Yang dimaksud dengan "Perbuatan" di sini adalah  perbuatan hukum,yang dibagi dalam 2 bentuk, yaitu:

1. Perbuatan Hukum sepihak yaitu perbuatan hukum yang dilakukan dua pihak dan
menimbulkan hak dan kewajiban pada pihak lainnya, seperti:
a. Pembuatan surat wasiat
b. Pemberian hadiah
c. Hibah.

2. Perbuatan hukum dua pihak yaitu perbuatan hukum yang dilakukan dua pihak dan
menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua belah pihak secara timbal
balik, misalnya:
a. Jual beli.
b. Sewa menyewa.
c. Perjanjian kerja.
As-Sanhury mengemukakan bahwa pengertian Akad menurut istilah Fuqaha ialah:
Perikatan antara Ijab dan Qabul secara yang dibenarkan syara' yang menetapkan
keridhaan kedua pihak (sukarela).
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas dapat dilihat unsur-unsur yang terdapat dalam
akad adalah :
a. Adanya subjek yaitu satu orang atau lebih;
b. Adanya objek yang diperjanjikan yang didasarkan syariat;
c. Adanya kehendak atau pernyataan baik satu pihak dan atau dua pihak yang saling bertemu (Ijab Qabul) menetapkan keridhaan yang mempunyai akibat hukum.

Bank Syariah
Pengertian Bank Syariah
Menurut Dahlan Siamat, Bank Islam atau lazimnya disebut Bank Syariah adalah bank
yang melakukan kegiatan operasionalnya sesuai dengan prinsip syariah yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadist.
Warkum Sumitro, menyatakan bahwa Bank Islam berarti:
Bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah secara Islam,
yakni dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur'an dan Al-Hadist. Dimana dalam operasionalnya bank Islam harus berpedoman kepada bentuk-bentuk usaha yang tidak dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama atau cendikiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Al-Quran dan Al-Hadist.
Selanjutnya M. Amin Azis, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Bank Islam (bank berdasarkan Syariah Islam) adalah:
Lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan menjalankan operasionalnya
berdasarkan syariah Islam dan dalam operasionalnya, Bank Islam menggunakan sistem bagi hasil dan imbalan lainnya yang sesuai dengan syariah Islam serta tidak menggunakan bunga.
Sedangkan Cholil Uman, menyatakan Bank Islam adalah:
Sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut hukum Islam yang
tidak menggunakan sistem bunga, karena bunga dilarang dalam Islam.
Dari beberapa pengertian Bank Islam yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Bank Islam atau Bank Syariah adalah badan usaha yang fungsinya sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan penyalur dana kepada masyarakat yang sistem dan mekanisme kegiatan usahanya berdasarkan hukum Islam sebagaimana diatur dalam Al-Qur'an dan Al-Hadist. Pada Bank Islam umumnya dibentuk suatu lembaga pengawas yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan usaha bank Islam tersebut agar tidak berlawanan dengan Al-Quran dan Al-Hadist. Lembaga inilah yang akan memberikan fatwa kepada bank yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan, 2006, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, ctk. Pertama., PT. Raja Grafindo 
Persada, Jakarta
Chaeruman Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis, 1993, Hukum Perjanjian dalam Islam, PT.
Sinar Grafika, Jakarta.
Gemala Dewi, et.al, 2005, Hukum Perikatan Islam di Indonesia,. PT. Prenada Media
(Kencana) dan Badan Penerbit FH-UI.
_____________, 2004, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah
di Indonesia, Kencana, Jakarta.
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, 1999, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam
Di Indonesia, ctk. Ketujuh, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Muhammad  Syafi'I Antonio,  2001,  Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Gema Insani,
Jakarta.
Rachmadi, 2002, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Suhrawadi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika, Jakarta.
Sutarno, 2004, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk, Dan
Implementasi Operasional Bank Syariah, Djambatan, Jakarta.


Nama Kelompok :
1.      Kartika Ratna Sari W (24212934)
2.      Septa Skundarian (26212921)
3.      Shintya Permatasari ( 26212989)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar