Bagi anda
penyuka novel klasik (novel karangan lama), pada kesempatan kali ini saya akan
menceritakan sebuah sipnosis novel yang berjudul “Azab dan Sengsara” yang
ditulis oleh Bapak Merari Siregar tahun 1920.
Di kota
Siparok yang terletak di provinsi Sumatera Utara, hiduplah seorang bangsawan
kaya raya yang memiliki seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan.
Anaknya yang laki-laki bernama Sutan Baringin. Dia sangat dimanja oleh ibunya.
Apapun yang dimintanya selalu dipenuhi dan bila ia melakukan kesalahan, ibunya
selalu membelanya. Akibatnya, setelah dewasa ia tumbuh menjadi seorang pemuda
yang angkuh, bertabiat buruk, serta suka menghambur-hamburkan harta orang tuanya.
Hingga
setelah dewasa Sutan Baringin menikah dengan Nuria, seorang wanita yang berbudi
luhur pilihan ibunya. Namun, walaupun sudah berkeluarga, Sutan Baringin masih
suka menghambur-hamburkan harta orang tuanya. Bahkan ia sering berjudi dengan
Marah Sait, seorang pokrol bambu sahabat karibnya. Dari perkawinannya dengan
Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak. Yang satu adalah perempuan
bernama Mariamin. Mariamin sangat baik hati, suka menolong dan patuh kepada
orang tuanya.
Suatu
hari Baginda Mulia adik dari Sutan
Baringin datang untuk berjumpa dengan Sutan Baringin dan keluarganya.
Sebenarnya tujuan Baginda Mulia datang adalah ia ingin mengambil setengah harta
warisan dari orang tuanya. Namun, karena keserakahan Sutan Baringin, ia tidak
mau memberikan setengah hartanya kepada Baginda Mulia. Hingga Sutan Baringin
mengajukan permasalahan ini pada pengadilan tinggi. Setelah dilakukan
pengadilan, akhirnya hasil keputusan pun keluar dan ternyata Baginda Mulia
menjadi pemenangnya dan ia pun berhak menerima harta tersebut. Mendengar
keputusan itu, Sutan Baringin tidak terima dan melakukan banding kepada
pengadilan tinggi di Padang. Setelah dilakukan pengadilan, Sutan Baringin tetap
kalah dan hartnya pun sudah habis untuk membayar pengadilan tersebut. Hingga
Sutan Baringin akhirnya jatuh miskin.
Kemudian
ketika Sutan Baringin pulang ke kampungnya, ia pun jatuh sakit dan meningal
dunia. Akhirnya Mariamin dan adiknya menjadi anak yatim di kampungnya. Mariamin
menjadi
menderita akibat tingkah laku ayahnya. Ia selalu dihina oleh warga
kampung, karena hidupnya sengsara akibat keserakahan ayahnya. Namun, Mariamin
tetap sabar dan tawakal kepada Tuhan serta ia juga dapat bertahan dengan adanya
semangat dari sahabatnya yang bernama Aminuddin.
Setelah
keduanya beranjak dewasa, mereka saling jatuh hati. Aminuddin sangat mencintai
Mariamin. Dan dengan berat hati Aminuddin pergi merantau ke Deli untuk mencari
pekerjaan dan berjanji kepada Mariamin akan melamarnya jika kelak nanti ia
sudah mempunyai pekerjaan dan gaji yang cukup. Setiba di Deli, ia mendapat
pekerjaan yang cocok dan mempunyai gaji yang cukup. Aminuddin pun menulis surat
bahwa ia ingin memberitahukan niatnya untuk menikahi Mariamin kepada kedua
orang tuanya.
Setelah membaca
surat dari Aminuddin, Ibunya tidak merasa berkeberatan dengan niat tersebut.
Dia telah mengenal Mariamin. Selain itu, keluarga Mariamin sebenarnya masih
kerabat mereka. Dia juga merasa iba terhadap keluarga Mariamin yang miskin
sehingga bila gadis itu menikah dengan anaknya, keadaan ekonomi keluarga
Mariamin bisa terangkat lagi. Sebaliknya, ayah Aminuddin, Baginda Diatas, tidak
menyetujui rencana pernikahan tersebut. Dia tidak ingin dipermalukan oleh
masyarakat sekitar kampungnya karena perbedaan status sosial antara keluarganya
dengan keluarga Mariamin.
Kemudian untuk menggagalkan pernikahan
anaknya dengan Mariamin, ia mengajak istrinya untuk menemui seorang peramal. Peramal
pun memberikan jawabannya dan ia
menyampaikan bahwa akan terjadi hal yang buruk pada Aminuddin jika ia menikah
dengan Mariamin. Setelah mendengar jawaban dari peramal tersebut, ibu Aminuddin
tidak bisa berbuat banyak. Dengan terpaksa, dia menuruti kehendak suaminya
untuk mencarikan jodoh yang sesuai untuk Aminuddin.
Setelah
menemukan calon yang sesuai dengan keinginan mereka, orang tua Aminuddin segera
melamar wanita tersebut. Pada saat itu, Aminuddin sedang berada di Medan untuk
mencari pekerjaan agar dia bisa segera melamar Mariamin. Baginda Diatas segera
mengirim telegram ke Medan yang isinya meminta Aminuddin untuk menjemput calon
istri dan keluarganya di Stasiun Kereta Api Medan. Menerima telegram tersebut,
hati Aminuddin merasa gembira. Dalam hatinya telah terbayang wajah Mariamin.
Setelah ia mengetahui bahwa calon istrinya bukan Mariamin, hatinya sangat hancur.
Namun sebagai anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dengan terpaksa dia
menikahi perempuan tersebut. Aminuddin segera memberitahukan kenyataan itu
kepada Mariamin.
Mendengar
kenyataan itu, hati Mariamin sangat kecewa dan sedih. Karena sangat sedihnya,
ia pun jatuh sakit. Setelah setahun, akhirnya Mariamin pun sembuh dari penyakit
tersebut dan ibunya menyuruh Mariamin menikah dengan seorang lelaki yang
bernama Kasibun. Kasibun seorang kerani yang bekerja di Medan. Setelah Kasibun
menikah dengan Mariamin, ia mengajak Mariamin pergi ke Medan. Selama Mariamin
tinggal bersama Kasibun, ia kerap kali disiksa oleh suaminya. Dan Kasibun pun
semakin menjadi menyiksa Mariamin setelah ia mengetahui bahwa Aminuddin datang
mengunjungi rumah mereka. Dia sangat cemburu kepada Aminuddin. Akhirnya karena tidak tahan lagi, Mariamin
melaporkan perbuatan suaminya kepada kantor polisi yang berada di Medan. Hingga
Mariamin meminta cerai pada pengadilan, dan pengadilan mengabulkan permintaan
Mariamin tersebut.
Setelah resmi
bercerai dengan Kasibun, Dengan hati yang sedih dan hancur, Mariamin kembali
pulang ke kampung halamannya Sipirok.
Kesengsaraan dan kemiskinan terus saja dialami Mariamin dengan waktu yang
sangat berkepanjangan hingga akhirnya Mariamin meninggal dunia dan mayatnya
dikuburkan di kampungnya sendiri, yaitu kota Sipirok.
Sumber :
Buku Novel Azab dan Sengsara, Penulis : Merari Siregar, Penerbit Balai Pustaka 1920
Tidak ada komentar:
Posting Komentar